Baru-baru
ini saya mendapatkan kesempatan melakukan sesi foto bersama tim Tamako.
Tidak seperti sesi foto sebelumnya, sesi foto kali ini dilakukan dalam
lingkungan studio. Ini merupakan kali pertama saya melakukan sesi foto
dalam studio bersama Tamako dan juga merupakan kali kedua saya memotret
dalam lingkungan studio.
Tahap Survei
Saya melakukan survei sehari sebelumnya
untuk menemukan lokasi persisnya studio, mencari tahu fasilitas yang
disediakan di sana, dan juga melihat potensi keterbatasan yang ada yang
dapat menjadi isu serius jika tidak dipersiapkan dengan baik.
Saya menemukan bahwa ukuran ruangan
studio nya mirip dengan studio sebelumnya yang pernah saya kunjungi,
tapi tata ruangnya sangat jauh berbeda. Studio Photolounge merupakan
sebuah studio tematik yang memiliki 6 tema berbeda yang dijejerkan
sepanjang sisi studio. Jarak pengambilan foto di studio ini relatif
pendek, sekitar 4 meter. Lensa yang tidak lebih panjang dari 50mm atau
ekuivalen akan ideal untuk memotret pada jarak ini. Karena saya
menggunakan kamera format APS-C dan saya tidak memiliki lensa yang lebih
lebar dari 50mm (ekuivalen 80mm di kamera APS-C), maka saya harus
menyewanya.
Saya perhatikan studio Photolounge
menggunakan lampu merk Golden Eagle yang dilengkapi dengan beberapa
aksesoris umum: softbox besar, softbox sedang, beauty dish, softbox
oktagonal, dan grid sarang lebah dengan pintu lipat. Mereka juga
menyediakan trigger nirkabel. Tidak ada fungsi TTL dan tidak ada flash
meter. Ini berarti saya harus menyewa flash meter dan datang lebih awal
untuk menyiapkan pencahayaan sesuai yang diinginkan. Saya merasa lega
setelah melakukan survei.
Tahap Persiapan
Saya tiba di lokasi setengah jam lebih
awal untuk menyiapkan lampu dan memosisikan kamera saya di atas tripod.
Saya berniat melakukan eksperimen fotografi levitasi dengan memanfaatkan
salah satu kelebihan lampu strobe: membekukan gerakan melalui durasi
pencahayaan singkat.
Akan ada penggabungan foto nantinya
dalam pengolahan lanjut dan akan ada orang yang melompat selama proses
pemotretan sehingga penggunaan tripod berbahan karbon adalah esensial.
Hal tersebut akan membuat pekerjaan masking lebih mudah dilakukan dan
material karbon akan meminimalkan getaran dari efek orang yang melompat
di dekat tripod.
Kamera diatur pada mode manual dengan
manual fokus. Saya menyewa lensa 10-22mm (ekuivalen 16-35mm). Pengaturan
awal kamera ialah: ISO 100, shutter speed 1/200 s. Angka bukaan
diafragma (F) akan bervariasi tergantung posisi subjek di dalam foto.
Saya menggunakan flash meter untuk menentukan nilai F. Alat ini
menghemat banyak waktu daripada mengira-ngira atau coba-coba. Karena
tidak ada fungsi TTL, saya merasa tidak nyaman jika harus mengubah
kekuatan lampu strobe.
Saya memilih softbox terbesar yang ada
di sana sebagai cahaya utama untuk keseluruhan foto. Saya menaruhnya
setinggi mungkin dan dihadapkan 45 derajat ke bawah. Saya juga
menaruhnya sedekat mungkin tapi tidak sampai masuk ke dalam frame untuk
menciptakan bayangan sehalus mungkin. Lampu kedua saya taruh di sebelah
kiri dengan aksesoris grid sarang lebah yang dilengkapi pintu lipat
untuk membuat garis cahaya pada subjek dari belakang.
Proses Pemotretan – Bagian 1: Properti yang Melayang
Dengan lampu dan kamera yang sudah
disiapkan, tiba saatnya bagi saya untuk memotret beberapa benda yang
dibuat seolah-olah melayang. Ini dilakukan sembari menunggu para
cosplayer selesai berdandan. Berikut beberapa foto properti yang saya
ambil (Terima kasih Michi dan Hendra udah bantu pegangin propertinya!):
Ketika memotret properti, saya menaruh
perhatian besar pada posisi objek, orientasinya, dan bayangannya. Saya
menggunakan sofa sebagai patokan posisi. Setiap objek yang akan difoto
ditentukan orientasinya dari awal sehingga nantinya objek tersebut tidak
perlu ditransformasi lebih lanjut. Untuk bayangannya, objek dipegang
sedemikian rupa sehingga bayangan si pemegang objek tidak menyatu dengan
bayangan objek itu sendiri. Ini berarti saya nantinya tidak perlu
membuat bayangan palsu saat pengolahan lanjut.
Proses Pemotretan – Bagian 2: Orang yang Melayang
Setelah selesai memotret properti, saya
memotret beberapa orang dalam posisi melayang (termasuk saya sendiri
:p). Pengaturan kecepatan rana awal kamera di 1/200 detik memperlihatkan
bahwa terkadang strobe tidak sinkron dengan kamera. Ada sekitar 2 dari 5
foto yang tidak sinkron pada settingan tersebut.
Saya harus mengubah kecepatan rana
menjadi 1/125 detik supaya strobe dapat sinkron lebih baik, sekitar 9
dari 10 foto. Sayangnya strobe yang digunakan memiliki durasi
pencahayaan yang relatif lama sehingga pada settingan kecepatan rana
yang baru, blur dari objek bergerak terekam pada foto. Berikut adalah
foto-foto orang yang melayang (Terima kasih banyak kepada om Mr. Erga,
dan Hendra yang telah membantu saya dalam proses pemotretan ini):
Jika diperhatikan, framing kali ini
tidak sestabil framing pada foto bagian pertama. Hal ini mungkin
disebabkan oleh posisi sofa yang bergeser ketika orang melompat ke
atasnya, atau gelang fokus diubah ketika memotret bagian ini atau
mungkin juga ball head yang saya gunakan tidak cukup solid.
Bagaimanapun, ini berarti pekerjaan masking nantinya akan lebih
merepotkan. Sayangnya saya tidak menyadarinya sampai ketika saya
melakukan olah lanjut di Photoshop.
Setelah selesai dengan foto levitasi,
kami menghabiskan waktu tersisa memotret konsep lain. Di antara sekian
banyak foto non levitasi yang saya ambil pada hari itu, ada satu yang
menjadi favorit pribadi saya:
Tahap Olah Digital – Semua Tentang Masking
Semua foto properti dan orang melayang
saya buka dalam satu tumpukan file menggunakan perintah File ->
Scripts -> Load Files into Stack. Saya tidak menyadari bahwa beberapa
foto orang melayang tidak sama persis framingnya, jadi saya tidak
mencentang opsi “attempt to align source images”. Saya menyadarinya
ketika saya sudah selesai melakukan masking pada properti yang melayang.
Saya agak malas untuk mengulangnya dari awal jadi saya biarkan saja apa
adanya. Keputusan yang buruk kalau boleh dibilang.
Tidak ada trik khusus dalam olah digital
kali ini. Semuanya tentang pekerjaan masking. Masking properti melayang
relatif mudah karena framingnya sama persis, kecuali ketika ada dua
properti melayang yang saling tumpang tindih. Contohnya: pot melayang di
depan meja yang melayang. Ketika hal itu terjadi, maka layer pot harus
dimasking lebih teliti.
Melakukan masking pada orang melayang
memakan waktu yang sangat lama. Karena orang-orang dalam foto tidak sama
persis framingnya, maka begitu juga dengan bayangannya. Seringkali saya
melakukan masking pada pembesaran gambar 500-600% dengan menggunakan
kuas kasar ukuran 1-3 pixel pada 100% flow dan opacity untuk mendapatkan
hasil yang rapi pada ujung seleksi. Sangat merepotkan dan memakan
waktu! Tapi ini beberapa hasil yang sudah jadi (akan ditambahkan lagi di
akun Flickr kalau yang lain sudah selesai):
Setelah selesai masking, foto kemudian
disimpan sebagai file baru. File baru tersebut baru kemudian diperbaiki
kualitas gambarnya dengan meningkatkan kontras. Khusus foto levitasi
selfie saya sendiri, saya perhatikan posisi tangan kiri saya berdekatan
dengan vas bunga metalik sehingga seharusnya ada refleksi kepalan tangan
saya di sana. Saya gunakan tool clone stamp dengan pengaturan flip
vertical dan ukuran cloning 20% dari ukuran asli. Kloning dilakukan di
layer terpisah supaya lebih mudah ditransformasi untuk menyesuaikan
kontur vas dengan bentuk bayangan.